PERISTIWA ISRA’ MI’RAJ: NABI MUHAMMAD DI
LANGIT PERTAMA
Untuk pertama
kalinya dalam sejarah peradaban manusia, ada seseorang yang berdiri di
pintu-pintu langit. Kemudian memasukinya. Dan bertemu dengan mereka yang ada di
dalamnya. Orang tersebut adalah Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Tiba di
Langit Dunia
Langit
pertama yang juga dikenal dengan langit dunia adalah persinggahan berikutnya
Nabi Muhammad. Sebelumnya, beliau mengendari Burak dari Mekah menuju Jerusalem.
Setelah itu beranjak menaiki tangga menuju langit pertama.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَانْطَلَقَ بِي جِبْرِيلُ حَتَّى أَتَى السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَاسْتَفْتَحَ، فَقِيلَ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ. قِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ. قِيلَ: وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيلَ: مَرْحَبًا بِهِ فَنِعْمَ المَجِيءُ جَاءَ فَفَتَحَ
Kemudian
Jibril beranjak bersamaku hingga kami tiba di langit dunia. Ia meminta
dibukakan. Penjaga langit pertama bertanya, “Siapa?” “Jibril”, jawabnya. Ia
kembali bertanya, “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.”
“Apakah ia
diutus kepada-Nya”, tanyanya lagi. “Iya”, jawab Jibril. Malaikat itu berkata,
“Selamat datang. Sebaik-baik orang yang datang telah tiba.” Ia pun membuka
(pintu langit).
Untuk pertama
kalinya dalam sejarah peradaban manusia seorang manusia, dalam keadaan hidup,
berdiri di pintu-pintu langit. Menunggu pintu-pintu itu dibukakan untuknya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam paham betul bahwa langit-langit itu memiliki
pintu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala tatkala menyifati orang-orang kafir.
لاَ تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
“Sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit…” [Quran Al-A’raf: 40].
Dan firman
Allah ketika mengisahkan kebinasaan kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam.
فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ
“Maka Kami
bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.” [Quran
Al-Qamar: 11].
Karena itu,
ketika berdiri di depan pintu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“فَضَرَبَ -أي جبريل- بَابًا مِنْ أَبْوَابِهَا..”.
“Dia mengetuk
-yaitu Jibril- pintu-pintu…”
Akan tetapi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengabarkan kepada kita tentang pintu
tersebut. Bagaimana bentuknya. Warnanya. Dan sifat-sifatnya. Karena itu, kita
pun tidak berkepentingan menerka-nerka dan membayangkan bagaimana bentuk
pintu-pintu langit itu.
Penjaga pintu
langit itu menanyakan siapa yang mengetuk. Hal ini menunjukkan yang di dalam
langit tidak mengetahui siapa yang berada di luar. Atau penjaga langit itu
tidak mengenal perwujudan Jibril dalam bentuk manusia ketika itu. Ketika Jibril
menyebutkan dirinya, ia bertanya tentang siapa yang bersamanya. Dalam riwayat
al-Bukhari dari Abu Dzar, penjaga langit itu bertanya,
هَلْ مَعَكَ أَحَدٌ؟
“Apakah
engkau bersama seseorang?”
Dari riwayat
ini, kita bisa memahami penjaga langit tidak melihat siapa yang di luar. Jibril
pun menjawab,
نَعَمْ مَعِي مُحَمَّدٌ
“Iya, aku
bersama Muhammad.”
Jawaban ini
merupakan bentuk pengagungan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena ini menunjukkan bahwa penghuni langit mengenal Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Sebelum
peristiwa ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada kita sifat
langit dunia. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
“إِذَا قَضَى اللهُ الأَمْرَ فِي السَّمَاءِ، ضَرَبَتِ المَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ، كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ، فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الحَقَّ، وَهُوَ العَلِيُّ الكَبِيرُ. فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ -وَوَصَفَ سُفْيَانُ (هو سفيان بن عيينة أحد رواة الحديث) بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا، وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ- فَيَسْمَعُ الكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الكَاهِنِ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ، فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا: كَذَا وَكَذَا. فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ.
“Apabila
Allah memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikat menundukkan
sayap-sayap mereka dengan penuh takut, bagaikan suara rantai yang ditarik di
atas batu putih. Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka, mereka
bertanya, ‘Apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian?’ Jibril menjawab, ‘Tentang
kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar’. Lalu para pencuri berita langit
(setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit itu sebagian mereka di
atas sebagian yang lain.
-Sufyan (rawi
hadits) mencontohkan dengan jari-jarinya- yang paling di atas mendengar sebuah
kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya. Kemudian selanjutnya ia
membisikan lagi kepada yang di bawahnya. Dan begitu seterusnya sampai ia
membisikannya kepada tukang sihir atau dukun. Kadang-kadang ia disambar oleh
bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya sebelum ia
disambar oleh bintang berapi. Kemudian setan mencampur berita tersebut dengan
seratus kebohongan. Orang-orang berkomentar: bukankah ia telah berkata kepada
kita pada hari ini dan ini… maka ia dipercaya karena satu kalimat yang pernah
ia dengan langit tersebut’.” (HR. al-Bukhari, 4/1804 (4522)).
Peristiwa
mendengar ini terjadi ketika diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Firman Allah Ta’ala:
فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا
“Tetapi
sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu
akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” [Quran Jin: 9]
Dan firman
Allah Ta’ala:
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ (6) وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7) لاَ يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإِ الأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ (8) دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ (9) إِلاَّ مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ
“Sesungguhnya
Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang,
dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat
durhaka, syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para
malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan
bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang
mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.”
[Quran Ash-Shaffat: 6-10].
Berangkatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke langit merupakan peristiwa istimewa.
Karena itu, penjaga pintu langit menyambut beliau dengan bahagia dan
mengucapkan, “Selamat datang. Sebaik-baik orang yang datang telah tiba.”
Namun
demikian, rasa bahagia penyambutan Nabi ini tidak membuat mereka luput dari
amanah dalam menjaga pintu langit. Mereka tetap bertanya, “Apakah dia diutus
kepada-Nya?” Padahal Jibril adalah pemimpin mereka. Pemimpin mereka membawa
manusia yang mereka kenal sebagai manusia mulia. Yang tidak mungkin kedatangan
manusia sampai ke pintu langit dan didampingi Jibril, pasti atas izin Allah.
Tapi mereka tetap menanyakan hal itu. Hal ini menunjukkan betapa malaikat tidak
memaksiati Allah dalam tugas-tugas yang Allah berikan pada mereka.
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka takut
kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan
(kepada mereka).” [Quran An-Nahl: 50].
Kemudian
penjagan pintu langit pun membukakan pintu. Jibril memasuki langit pertama
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di sini, Nabi Muhammad
berjumpa dengan bapak manusia, Adam ‘alaihissalam.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan:
فَلَمَّا فَتَحَ عَلَينَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِينِهِ أَسْوِدَةٌ، وَعَلَى يَسَارِهِ أَسْوِدَةٌ، إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِينِهِ ضَحِكَ، وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى، فَقَالَ: مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ. قُلْتُ لِجِبْرِيلَ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هَذَا آدَمُ، وَهَذِهِ الأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنِيهِ، فَأَهْلُ اليَمِينِ مِنْهُمْ أَهْلُ الجَنَّةِ، وَالأَسْوِدَةُ الَّتِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَّارِ، فَإِذَا نَظَرَ عَنْ يَمِينِهِ ضَحِكَ، وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى
Ketika pintu
langit dibukakan untuk kami, ternyata ada seseorang yang sedang duduk. Di
sebelah kananya terdapat sekelompok besar orang. Demikian juga di sebelah
kirinya. Apabila ia menoleh ke sebelah kanan, ia tersenyum. Saat menoleh ke
sebelah kiri, ia menangis.
Lalu orang
itu berkata, ‘Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.’ Aku
bertanya kepada Jibril, ‘Siapakah dia?’ Jibril menjawab, Dialah Adam Alaihis
Salam, dan orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya adalah ruh-ruh anak
keturunannya. Mereka yang ada di sebelah kanannya adalah para ahli surga
sedangkan yang di sebelah kirinya adalah ahli neraka. Jika dia memandang ke
sebelah kanannya dia tertawa dan bila memandang ke sebelah kirinya dia
menangis.’ (HR. al-Bukhari dalam Kitab ash-Shalah (342)).
Pertemuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Nabi Adam ‘alaihissalam di
langit pertama merupakan penggambaran yang jelas. Adam adalah manusia pertama.
Ia adalah ayah dari semua manusia. Termasuk para nabi. Ia berjumpa dengan
putranya yang paling mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
termasuk orang yang paling berbahagia dengan kemuliaan keturunannya ini.
Kegembiraan itu terlihat dari ucapan beliau:
مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ
“Selamat
datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.”
Dalam riwayat
lain disebutkan:
مَرْحَبًا وَأَهْلاً بِابْنِي، نِعْمَ الاِبْنُ أَنْتَ
“Selamat
datang wahai anakku. Engkau adalah sebaik-baik anak.” (HR. al-Bukhari dalam
Kitab at-Tauhid (7079)).
Peristiwa
yang menjadi perhatian dalam pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Adam adalah
berkumpulnya semua ruh manusia di sekitar Nabi Adam. Ruh-ruh penghuni surga
berkumpul di sebelah kanan beliau. Sedangkan ruh-ruh penghuni neraka berada di
sisi kirinya. Beliau tersenyum dan menangis. Senyuman beliau adalah ekspresi
kebahagiaan. Sedang tangis beliau adalah wujud kasih sayang beliau terhadap
anak-anaknya yang akan menemui tempat kembali yang buruk.
Bisa jadi
juga beliau merasa bersalah karena beliau menjadi lantaran manusia turun ke
bumi. Sehingga manusia berhadapan dengan ujian. Dan mereka gagal menghadapi
ujian tersebut. Makna inilah yang beliau ungkapkan ketika berhadapan dengan
manusia di Padang Mahsyar kelak. Beliau berkata,
وَهَلْ أَخْرَجَكُمْ مِنَ الجَنَّةِ إِلاَّ خَطِيئَةُ أَبِيكُمْ آدَمَ، لَسْتُ بِصَاحِبِ ذَلِكَ..
“Bukankah
yang mengeluarkan kalian dari surga adalah kesalahan ayah kalian Adam. Aku tak
layak memberi syafaat untuk kalian…” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman (195)).
Melihat 3
Sungai Surga
Di antara hal
lainnya yang dilihat Nabi shallallahu antara langit pertama dan langit kedua
adalah tiga sungai besar. Ketiga sungai itu adalah Sungai Nil, Sungai Eufrat,
dan al-Kautsar.
فَإِذَا هُوَ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا بِنَهَرَيْنِ يَطَّرِدَانِ، فَقَالَ: مَا هَذَانِ النَّهَرَانِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَذَا النِّيلُ وَالْفُرَاتُ عُنْصُرُهُمَا. ثُمَّ مَضَى بِهِ فِي السَّمَاءِ، فَإِذَا هُوَ بِنَهَرٍ آخَرَ عَلَيْهِ قَصْرٌ مِنْ لُؤْلُؤٍ وَزَبَرْجَدٍ، فَضَرَبَ يَدَهُ فَإِذَا هُوَ مِسْكٌ أَذْفَرُ، قَالَ: مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَذَا الكَوْثَرُ الَّذِي خَبَأَ لَكَ رَبُّكَ
“Ternyata di
langit dunia ada dua sungai yang mengalir, Nabi Muhammad bertanya, ‘Dua sungai
apa ini wahai Jibril? ‘ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Nil dan Eufrat.’ Kemudian
Jibril terus membawa Nabi ke langit, tiba-tiba ada sungai lain yang di atasnya
ada istana dari mutiara dan intan, Nabi memukulnya dengan tangannya, tiba-tiba
baunya seperti minyak wangi adlfar. Nabi bertanya, ‘Ini apa wahai Jibril? ‘
Jibril menjawab, ‘Ini adalah telaga al Kautsar yang sengaja disimpan oleh
Tuhanmu untukmu’.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid (7079)).
Dalam
perjalanan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat tiga sungai.
Yang pertama dan kedua adalah Sungai Nil dan Eufrat. Keduanya akan beliau lihat
kembali di langit ketujuh. Adapun al-Kautsar adalah sungai yang istimewa. Ia
adalah hadiah yang Allah berikan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Airnya harum bak misik. Bahkan lebih hebat lagi. Ia merupakan sungai di
antara sungai-sungai surga.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan