Yang dimaksud ialah mandi-mandi
yang disunnatkan, yaitu yang apabila tidak dilakukan, maka shalat kita tetap
sah. Hanya saja, syari’at menganjurkannya, dikarenakan berbagai alasan.
Mandi-mandi yang disunnatkan ialah sebagai berikut:
MANDI PADA HARI JUMAT
Persyari’atannya: Mandi pada hari
jum’at disunnatkan bagi orang yang hendak melakukan shalat jum’at, sekalipun
sebenarnya ia tidak berkewajiban melakukannya, seperti orang yang sedang dalam
perjalanan, atau orang wanita, atau anak kecil. Dan adapula yang berpendapat,
mandi ini disunnatkan bagi setiap orang, baik ia melakukan shalat jum’at atau
pun tidak. (Lihat persyari’atan Mandi). Adapun dalilnya, adalah sabda Nabi SAW:
Apabila seorang dari kamu sekalian hendak melakukan shalat jum’at, maka
hendaklah ia mandi (H.R. al-Bukhari: 873, dan Muslim: 844, dan lafazh hadits
ini menurut Muslim). Perintah (amar) di sini berarti menyunatkan , berdasarkan
sabda Nabi SAW lainnya: Barangsiapa berwudhu’ pada hari jum’at, maka ia telah
melaksanakan Sunnah, dan alangkah baiknya sunnah itu. Dan barangsiapa mandi,
maka mandi itu lebih baik lagi. (H.R. at-Tirmidzi: 497).
Waktu mandi:
Saat mandi pada hari jum’at ialah
sejak terbitnya fajar shadiq. Sedang lebih dekat kepada saat pergi shalat
jum’at adalah lebih baik, karena hal itu lebih menjamin diperolehnya tujuan
dari mandi, yaitu agar tubuh berbau harum, dan tidak ada lagi keringat dan bau
busuk. Hal itu karena disunnatkannya mandi pada hari jum’at oleh agama Islam,
adalah karena pada hari itu orang-orang berkumpul. Jadi, supaya jangan ada yang
tersiksa dengan bau busuk. Dan oleh karenanya, Nabi SAW pernah melarang memakai
bawang putih dan bawang merah terhadap orang yang akan menghadiri shalat di
masjid.
MANDI HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADHA
Persyari’atannya: Disunnatkan
pula mandi pada hari raya Fitrah dan hari raya Adhha, bagi orang yang hendak
menghadiri shalat maupun yang tidak. Karena hari raya adalah hari perhiasan,
dan oleh karenanya disunnatkan mandi. Adapun dalilnya adalah sebuah atsar yang
diriwayatkan oleh Malik dalam Muwaththa’nya (1 177): Bahwa Abdullah bin Umar RA
mandi pada hari raya Fitrah sebelum berangkat ke tempat shalat.
Dan kepada hari raya Fitrah ini,
dikiaskan pula hari Raya Adha. Perbuatan yang dilakukan oleh seorang sahabat
ini memperkuat terhadap dikiaskannya mandi pada hari raya kepada mandi pada
hari jum’at. Karena dalam hal ini, tujuannya sama, yaitu membersihkan tubuh,
karena hendak berkumpul dengan orang banyak. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu
Majjah (1315), dengan sanad yang memuat kelemahan, dari Ibnu Abbas RA dia
berkata: Adalah Rasulullah SAW mandi pada hari raya Fitrah dan hari raya Adhha.
Hadits ini memperkuat terhadap perbuatan sahabat maupun kias tersebut di atas.
Waktu mandi Saat mandi para hari raya Fitrah maupun Adhha, dimulai sejak tengah
malam hari raya itu.
MANDI UNTUK SHOLAT GERHANA MATAHARI DAN BULAN
Pensyari’atannya: Dan mandi
disunnatkan pula sebelum shalat gerhana matahari dan bulan. Adapun dalilnya
adalah kias kepada mandi pada hari jum’at. Karena tujuannya sama, baik dari
segi disyari’atkannya shalat berjamaah waktu itu, maupun karena berkumpulnya
orang banyak. Waktu mandi Saat mandi untuk melakukan shalat gerhana matahari
maupun bulan dimulai sejak mulai terjadinya gerhana, dan berakhir dengan
berakhirnya gerhana.
MANDI UNTUK SHOLAT ISTIKHAROH
Dalam hal ini, mandi disunnatkan
sebelum berangkat shalat, berdasarkan kias kepada mandi untuk shalat gerhana.
MANDI SESUDAH MEMANDKAN MAYIT
Dan disunnatkan pula mandi bagi
orang yang baru saja memandikan mayit, dikarenakan Nabi SAW pernah bersabda:
Barangsiapa yang telah memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi (H.R. Ahmad
dan Ashhabu ‘s-Sunnah, dan dianggap hadits Hasan oleh at-Tirmidzi: 993).
Hadits ini tidak diartikan
sebagai mewajibkan, dikarenakan ada sabda Nabi SAW lainnya: Kamu sekalian tidak
berkewajiban mandi berkenaan dengan memandikan mayit kamu, apabila kamu telah
memandikannya. (H.R. al-Hakim: 1 386).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan